KARYA MAHASISWA

Sedikit Cerita Tentang Makhluk Bernama Wanita

written by : syahrul albana
Seorang lelaki yang tengah melintasi jembatan California berhenti
sejenak lalu berdoa, “Tuhan, kabulkanlah satu permohonanku. Satu saja
yang kuminta. Tolong dirikan jembatan dari sini ke Hawaii supaya aku
dapat langsung kesana tanpa harus membeli tiket pesawat yang begitu
mahal.
Dari langit terdengar suara:”permintaanmu itu terlalu materialistis.
Jangan meminta hal-hal yang terlalu bersifat duniawi seperti itu.
Mintalah sesuatu yang dapat memuliakan Aku. Bukannya Aku tidak mau,
tapi bayangkan berapa banyak bahan bangunan dan tenaga yang diperlukan
untuk membangun jembatan sepanjang itu, padahal pekerjaan besar
seperti itu toh tidak memuliakan Aku.”

“Oke Tuhan, kalau begitu, berilah aku kemampuan untuk membaca isi hati
wanita,” pinta lelaki itu.

“Kalau pacarku terdiam apa artinya? Kalau dia ngambeg, apa isi
hatinya? Kalau dia genit dan manja tapi menghindariku, apa sebetulnya
keinginannya? Kalau dia tersenyum tapi kemudian tiba-tiba berubah raut
wajahnya, apa maunya? Kalau dia tak mau disentuh, apa yang ada didalam
hatinya? Dan apa yang harus aku lakukan agar dia berhenti “menyemprot”
aku?”

Tuhan berpikir sejenak lalu menjawab: “Coba.. coba.. tolong ulangi
sekali lagi permintaanmu tadi. Berapa jalur yang kamu ingin Aku bangun
diatas jembatan itu ke Hawaii?”

Guyonan diatas, sering saya dapatkan dari para rohaniwan barat. Sebuah
metode sederhana untuk menjelaskan betapa rumitnya persoalan mengenai
wanita si makhluk berovum. Banyak laki-laki memperpanjang masa
pacarannya untuk bisa mengerti isi kepala wanita mereka. Tapi, selalu
kandas dengan keputusasaan karena tak jua menemukan titik pengertian
pasangannya.

Kerumitan ini juga diamini seorang ahli jiwa bernama Freud: “walaupun
telah 30 tahun aku meneliti jiwa wanita, aku masih belum mampu
menjawab pertanyaan besar yang selama ini tidak terjawab : Apa
sebetulnya yang diinginkan wanita?”.
Ini jelas telah jadi persoalan tersendiri bagi para pasangan pranikah
yang memang sudah komit untuk serius. Tapi, jika kita lebih objektif,
kita akan menemukan akar dari masalah ini adalah nafsu ingin
membedakan. Ya.. dari awal penciptaannya, manusia selalu senang
membeda-bedakan dan menyamakan sesuatu diluar dirinya. Khususnya
mengenai “kejantanan” dan “kewanitaan”. Bahkan Phitagoras sendiri
pernah berpendapat , “Ada suatu prinsip baik yang menimbulkan
keteraturan, yakni cahaya dan laki-laki, serta ada pula prinsip buruk
yang menimbulkan keguncangan, yakni kegelapan dan wanita.”

Begitulah manusia menyimpulkan perbedaan antara laki-laki dan
perempuan, sehingga dia hanya menciptakan masalahnya sendiri.
Laki-laki yang terkenal karena ego akalnya menganggap dirinya sebagai
“ukuran”, sehingga jantan adalah “standar yang benar” dan wanita
baginya sama dengan “abnormalitas”. Paradigma inilah yang kini perlu
diluruskan, karena laki-laki banyak terjebak oleh sudut pandang
kaumnya dan seolah tau benar apa isi kepala seorang wanita.

Coba kita tengok para pemikir pengembang zaman yang kebanyakan dari
mereka didominasi oleh laki-laki, Fleming dan Fermi berusaha gunakan
akalnya untuk "mempersingkat" zaman dengan penemuannya dan wanita
hanya tampak mendedikasikan hidupnya untuk jangka panjang saja
(didominasi oleh perasaan). Bunda Theresa dan F Nightingale adalah
segelintir contoh minoritas yang berada ditengah-tengah laki-laki yang
bernafsu menggunakan akalnya. Wanita menjadi terjepit oleh akal-akal
laki-laki yang menuntutnya berpikir seperti pria.

Kondisi inilah yang dari kalangan wanita yang terkontaminasi pemikiran
laki-laki menyorakkan emansipasi besar-besaran. Yang bagi saya ini
sebuah cara yang “terlalu memaksa”, sebuah cara yang bertujuan untuk
mendapat pengakuan atas eksistensi. ini tidak salah, dan juga tidak
benar.

Kemudian, para psikolog membawa berbagai teori tentang libido, Oedipus
kompleks, maskulinitas kompleks, lackness kompleks, dan penis
kompleks. Berbagai “kompleks” itu hanya semakin memperumit masalah,
sehingga laki-laki menafsirkan semua perilaku wanita itu adalah karena
dari perasaan minder si wanita akan berbagai kekurangan dan karena
keinginan wanita yang kuat untuk “mengikuti” laki laki alias. Mulai
timbullah lingkaran setan disini. Sang laki-laki yang merasa tersaingi
secara “tidak sehat” (timbul dari iri) karena pemaksaan tadi, kembali
mengandalkan akalnya yang “tidak sehat” juga (timbul dari keinginan
“sombong”), untuk mensiasati penyerangan tidak wajar oleh wanita,
penyerangan menggunakan logika juga yang notabene adalah senjata khas
laki-laki.

Seiring berkembangnya zaman, wanita menyadari akan perlawanan dan
pembelaan dirinya itu seperti sedang berhadapan dengan musuh yang
kejam dan keras kepala. Pada akhirnya seorang penulis wanita
mengungkapkan pendapatnya didalam satu pengantar dari buku yang ia
tulis tentang wanita, “sesungguhnya semua tulisan kaum laki-laki
tentang wanita harus ditolak, karena laki-laki pada saat yang sama
telah memposisikan dirinya sebagai musuh dan hakim sekaligus.” Inilah
peperangan pemikiran yang tak kunjung berhenti.

Wanita memang diciptakan dari tulang rusuk laki-laki. Tapi ini tidak
menunjukkan bahwa laki-laki mempunyai hak menguasai wanita. Sebab jika
Allah ingin wanita menjadi pemimpin laki-laki, Dia menciptakan Hawa
dari kepala Adam. Jika Allah menginginkan wanita menjadi tawanan
laki-laki, Dia menciptakan Hawa dari kaki Adam. Tetapi Allah
menciptakannya dari tulang rusuk adam, sebab Allah ingin menjadikan
wanita sebagai mitra setara laki-laki. Sebagai pria kita tak perlu
memaksa mengerti tapi hanya perlu menyandarkan kepala dan mendengarkan
detak jantung dirusuk ini agar tau bahwa kita masih hidup.

Teringat sebuah nasihat dosen psikologi faal saya:
Jadilah pria yang belajar menyelesaikan urusannya dialam(pikiran dan
kenyataan), bermain, menjelajahi, dan memahami setiap karakter
dirinya. Bagian yang tersulit menjadi pria adalah menguasai kemampuan
untuk memahami dunia diluar dirinya.. maka bermainlah !
Wallahualam..


Syahrul Munawar Albana
Mahasiswa Psikologi Unisba 2008